Kecantikan : Dapatkah AI menggantikan beauty advisor?

 

Kita hidup di zaman yang luar biasa. Teknologi bukan hanya hadir di kantor atau pabrik, tapi juga merambah ke kamar tidur, kamar mandi, bahkan… meja rias kita. Salah satu tren terbaru yang lagi hangat di dunia kecantikan adalah penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam layanan konsultasi kecantikan.

Pertanyaannya: apakah teknologi ini benar-benar bisa menggantikan peran beauty advisor (konsultan kecantikan)? Atau justru malah jadi pelengkap saja?

Konsultasi Kecantikan Virtual: Lebih Cepat, Lebih Canggih

Beberapa tahun terakhir, banyak brand kecantikan— global maupun lokal—meluncurkan layanan skin analysis berbasis teknologi. Kita cukup selfie, dan dalam hitungan detik, sistem akan menganalisis kondisi kulit kita: pori-pori, garis halus, jerawat, hingga tingkat kelembapan.



Contohnya:

· L'Oréal punya Modiface, teknologi virtual try-on berbasis AI.

· SKINTIFIC bekerja sama dengan platform e-commerce untuk menyediakan skin analysis berbasis AI.

· Di Indonesia sendiri, sudah mulai banyak aplikasi lokal seperti Skinproof ID dan fitur AR di marketplace yang memudahkan kita coba produk tanpa harus ke toko.

Ilustrasi  konsultasi kecantikan dengan AI melalui virtual
Ilustrasi konsultasi kecantikan dengan AI melalui virtual

Keunggulannya dalam Dunia Kecantikan

saya selaku pengguna, saya sendiri cukup terkesan. AI menawarkan:

· Kecepatan & Kemudahan: Konsultasi bisa dilakukan kapan saja tanpa harus antri di counter.

· Privasi: Bagi sebagian orang, membahas kondisi kulit secara virtual terasa lebih nyaman.

· Data-driven: menyimpan dan melacak perkembangan kulit dari waktu ke waktu.

Remaja, Gen Z, hingga dewasa muda tampaknya memberi kemudahan ini. Apalagi buat mereka yang tinggal di daerah yang jauh dari pusat kota atau mall, layanan virtual jadi solusi yang praktis.

Tapi… Apakah Teknologi ini Sudah Cukup Manusiawi?

Meski banyak kelebihannya, saya merasa masih ada celah yang belum bisa digantikan oleh teknologi:

1. Empati dan Sentuhan Personal
Beauty advisor manusia sering kali bisa memberi motivasi, menyemangati, bahkan memahami kondisi emosional kita. Hal ini belum tentu bisa dilakukan .

2. Fleksibilitas & Improvisasi
cenderung berbasis data. Namun, kondisi kulit tidak selalu logis. Kadang kita butuh saran berdasarkan intuisi atau pengalaman lapangan, bukan sekadar algoritma.

3. Rasa Aman dalam Mencoba
Sering kali beauty advisor bisa bantu kita mencoba produk langsung, mencium aromanya, atau memadu padankan warna secara real time. Ini pengalaman yang belum bisa digantikan sepenuhnya

Kesimpulan: Kolaborasi, Bukan Kompetisi

Menurut saya, teknologi ini tidak perlu menggantikan peran beauty advisor. Sebaliknya, keduanya bisa berkolaborasi. AI bisa jadi alat bantu untuk menganalisis data, sementara manusia tetap menjadi pemberi sentuhan akhir—baik dalam edukasi, empati, maupun estetika.

Teknologi adalah alat. Tapi kecantikan adalah pengalaman. Dan pengalaman terbaik sering kali lahir dari kombinasi antara logika dan rasa.

Bagaimana menurut kamu? Apakah kamu lebih nyaman konsultasi kecantikan via AI, atau tetap butuh interaksi langsung dengan beauty advisor? Tulis pendapatmu di kolom komentar!

selain berita seputar kecantikan kami juga meneydiakan produk kecantikan untuk anda yang sudah pasti aproved, ayok klik link di bawah ini

 https://linktr.ehttps://linktr.ee/bestieblinke/bestieblink

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEA Makeup Tinted Lip Balm: Ulasan & pengalaman

Look Makeup: Menyesuaikan Riasan dengan Jenis Pekerjaan

Rekomendasi Produk Sea Makeup untuk kulit berminyak, kering, dan sensitif.